Silsilah Kerajaan Pajajaran Prabu Siliwangi – Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu di Jawa Barat dan ibukotanya di Pakuan (sekarang Bogor). Didirikan pada tahun 923 dan merupakan kerajaan yang kuat pada puncaknya.
Seperti kerajaan-kerajaan legendaris lainnya di Indonesia, Kerajaan Pajajaran memiliki sejarah yang panjang mulai dari awal mula hingga kejatuhannya, dan reruntuhannya masih tersisa. GNFI akan membahas semua itu satu per satu pada artikel kali ini.
Silsilah Kerajaan Pajajaran Prabu Siliwangi
Kerajaan Pajajaran dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan yang telah berdiri sebelumnya seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Galu, Kerajaan Qawwali dan Kerajaan Sunda. Menurut prasasti Sanghang Tapak, orang yang mendirikan Kerajaan Pajajaran adalah Sri Jayabhupati.
Kerajaan Pajajaran (sejarah, Peninggalan, Silsilah, Runtuh)
Kerajaan ini didirikannya di Pakuan Pajajaran pada tahun 923 Masehi. Kerajaan ini belum resmi bernama Kerajaan Pajajaran pada saat itu. Setelah kepemimpinan Sri Jayabhupati, tahta kerajaan ini berpindah ke tangan Rahyang Niskala Wastu Kancana dan pusat kerajaan berpindah ke Kawali.
Pada tahun 1428 Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi dua kali menerima tahta Kerajaan Sunda dan Galu. Penobatan ini juga menandai berakhirnya kerajaan Sunda dan Galu serta dimulainya kerajaan Pajajaran dengan Pakuan Pajajaran sebagai ibu kotanya.
Setelah Prabu Siliwangi, raja-raja lain berhasil menduduki takhta kerajaan ini. Nama-nama raja tersebut tercantum dalam naskah Babad Pajajaran, Carita Waruga Guru, dan Carita Parahyangan. Setiap naskah mempunyai urutan nama raja yang berbeda-beda.
Masa kejayaan kerajaan Pajajaran dicapai ketika Sri Baduga Maharaja memimpin kerajaan ini. Saat itu, kedamaian dan ketertiban masih terjaga di Kerajaan Pajajaran. Sri Baduga Maharaja sendiri mampu memimpin rakyatnya dengan berpegang pada prinsip kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu kebijakan yang ia keluarkan saat itu adalah membebaskan warga dari empat jenis pajak.
Inilah Bukti Sejarah Peradaban Kerajaan Pajajaran Hingga Peninggalannya Yang Telah Ditemukan
Ia juga mengabdikan dirinya pada pengembangan agama, pembangunan jalan, pertahanan saluran air, dan penguatan tentara. Apalagi dalam kasus terakhir, Sri Vadug berhasil mengubah kerajaan Pajajaran menjadi kekuatan militer yang kuat. Tercatat kerajaan ini mempunyai 100.000 prajurit dan 40 prajurit gajah pada masa pemerintahan Sri Baduga.
Runtuhnya Kerajaan Pajajaran terjadi pada tahun 1579. Keruntuhan ini ditandai dengan ditaklukkannya Palangka Sriman Sriwacan yang dikenal juga sebagai tahta Kerajaan Pajajaran dari Pakuan. Tahta dipegang oleh Maulana Yusuf, pemimpin Kesultanan Banten.
Di Kerajaan Pajajaran terjadi peralihan takhta untuk mencegah raja baru naik takhta. Tahta kemudian dipindahkan ke Surosowan di Banten, menandai berakhirnya Kerajaan Pajajaran.
Para abdi dalem yang masih tinggal di Kerajaan Pajajaran banyak yang meninggalkan kerajaan dan menetap di wilayah Kabupaten Lebak Banten. Mereka menetap di sana dan menjalani cara hidup lama yang ketat. Saat ini masyarakat tersebut dikenal dengan sebutan Baduy.
Pusaka Peninggalan Sejarah Prabu Siliwangi Dan Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon
Meski Kerajaan Pajajaran hancur, namun banyak monumen yang masih tersisa hingga saat ini. Beberapa peninggalan antara lain:
Pajaja merupakan naskah kuno yang menceritakan tentang silsilah raja-raja kerajaan dan asal usul kerajaan tersebut. Naskah ini juga memuat hikmah dan keseharian masyarakat Sunda pada masa lampau.
Ditulis pada akhir abad ke-16, naskah ini memuat sejarah Sunda dari masa Kerajaan Galu hingga jatuhnya Kerajaan Pajajaran oleh Kesultanan Banten. Naskah tersebut juga memuat berbagai nama daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran dan daerah lain di Pulau Jawa. Beberapa nama daerah masih ada sampai sekarang. Beberapa nama lokal adalah:
Naskah ini dibuat pada akhir abad ke-17 atau awal abad ke-18. Naskahnya sendiri ditulis di atas kertas daluang dan menggunakan bahasa Sunda kuno. Dari dua manuskrip sebelumnya, yang satu ini tergolong yang terbaru dan tertua, merupakan manuskrip peralihan yang bernuansa Islami.
Banten Dan Cirebon Antara Anak Dan Ayah
Isi naskah Carita Waruga Guru berkisar pada silsilah raja-raja Kerajaan Pajjaran sejak Nabi Adam. Isi teks ini secara tidak langsung menggambarkan percampuran budaya Hindu yang dulu dianut masyarakat Sunda dan ajaran Islam yang muncul kemudian. Beberapa orang percaya bahwa isi naskah ini sebenarnya adalah cerita lisan.
Peninggalan Kerajaan Pajajaran ini terletak di Jalan Batu Tulis No. 54, Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Prasasti ini ditulisnya pada tahun 1533 Masehi. aku. Prabu Surawisesa, putra Sri Baduga Maharaja (alias Prabu Siliwangi). Prasasti tersebut memuat tulisan Sunda kuno yang mengungkapkan rasa hormat Surawise terhadap ayahnya.
Jika Anda datang ke kompleks tempat prasasti ini berada, Anda bisa menemukan beberapa monumen bersejarah Raja Surawis, antara lain Batu Tapak yang berisi jejak kaki Raja Surawis, dan Batu Lingga yang merupakan tongkat keturunan Kerajaan Pajajaran.
Siapa sangka kalau tempat ini merupakan peninggalan kerajaan Pajajaran. Menurut prasasti pada Prasasti Batu Tulis, situs tersebut pada mulanya dikenal sebagai taman berburu, bagian dari Hutan Samida yang ada pada masa kepemimpinan Sri Badug Maharaja. Tempat ini dulunya difungsikan sebagai gudang berbagai jenis kayu langka.
Napak Tilas Islam Tatar Sunda Melalui Haul
Pasca jatuhnya Kerajaan Pajajaran, hutan tersebut hanya dibiarkan begitu saja. Pada masa penjajahan Belanda, hutan ini disulap menjadi Kebun Raya Bogor yang kita kenal sekarang.
Tags: Kabar Gembira dari Indonesia Kabar Gembira dari Indonesia Selengkapnya tentang Indonesia Sejarah Kerajaan Pajajaran Prabhu Siliwangi Prasasti Batutulis Kebun Raya Bogor Peninggalan Kerajaan Pajajaran Sejarah Kerajaan Pajajaran
Untuk membaca lebih banyak artikel Angie Warsito, klik tautan ke arsip artikel Angie Warsito. Artikel ini menampilkan contoh dari Wikipedia, hasil kolaborasi antara Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.
Terima kasih telah melaporkan penyalahgunaan yang melanggar peraturan atau prosedur tertulis GNFI. Kami terus berupaya membersihkan GNFI dari konten yang tidak seharusnya ada. © 2014; 2016. Hak Cipta oleh Tatang M. Amirin. Jika Anda membagikan artikel ini, silakan melakukannya, tetapi sebutkan sumbernya dengan jelas untuk menghindari plagiarisme.
Tapak Tilas] Kesultanan Cirebon, Antara Legenda Sunda Dan Peran Wali Sanga
Jika kita berbicara tentang wilayah Maja (sekarang salah satu wilayah pemerintahan militer Majalenka), hanya ada dua tempat yang merupakan atau dikenal sebagai sisa-sisa Kerajaan Tala. Yang pertama adalah Kadaleman Kerajaan Talaga yang dipimpin oleh Dalem Lumaju Agung dan penerusnya. Kadaleman merupakan bagian dari “Kerajaan Talaga” (yang sebenarnya sudah tidak ada lagi) yang dipimpin oleh putra-putra raja. Kedua, Maja merupakan pendahulu dari Kabupaten Majalenka (didirikan pada tanggal 5 Januari 1819, Kabupaten Maja) dan sekaligus “kota” tersebut menjadi ibu kota kabupaten (sering keliru diasumsikan bahwa ibu kotanya adalah Kota Sindangka. – lihat peta). Tidak pernah terpikir oleh siapa pun bahwa Maja, seperti halnya Talaga, pernah menjadi sebuah kerajaan (di bawah pemerintahan Galuh-Pajajaran). Setidaknya hal itu tidak disebutkan dalam “Talaga Chronicles”.
Setidaknya dalam dua versi “Tawarikh” Cirebon dan Sumedang/Garut (bukan cerita Sasakkari seperti Sindangkasih-Majalengka, tetapi semua yang ditulis orang berdasarkan kronik disebut babadov dalam tanda kutip), Maja disebutkan sebagai kerajaan yang sezaman dengan Talaga. mungkin. akhir keberadaannya dan kerajaan Talaga).
Kerajaan Majha (karena tidak jelas siapa pendiri pertama atau apakah sudah ada sebelumnya) diyakini didirikan oleh Prabhu Munding Surya (Sari) Ageung. Dalam blog “Manusia Surga, Manusia Bumi” yang ditulis oleh Eyang Dalem Cikundul Sang Wali Hawariyyun terdapat silsilahnya dengan beberapa penjelasan sebagai berikut:
43. Prabu Mundingkawati/Prabu Lingga Buana (Sang Mokteng ing Bubat; 1350-1357AD); 44. Prabu Silihwangi I (Prabu Wastukancana) Raja Sunda-Galuh; 1371-1475 M); 45. Prabu Dewa Niskala Raja Galuh/Kawali; 1475-1482 M); 46.nikah ka Nyimas Padmawati : 47. Prabu Munding Surya Ageung/Prabu Mundingwangi/Mundinglaya Dikusumah/Mundingsari Ageung/Mundingsari II; 48. Prabu Munding Surya Leutik/Mundingsari Leutik/Mundingsari III; 49. Prabu Pucuk Jenderal/Raden Ranggamantri (RAJA MAJA PLUS RAJA TALAGA TERAKHIR) menikah dengan Ratu Wulansari/Sunan Corenda/Raja Talaga Prabu Sakawayana, putri Ratu Dewi Sunyalarang (Ratu Parung, 1500 M)/Sunan Parung. 1450 M. Raden Ranggamantri masuk Islam oleh Raden Syarif Hidayatulloh Sunan Gunung Jati Cirebon pada tahun 1529 Masehi.
Menjadi Kekuatan Utama Kerajaan Pajajaran, Inilah Kisah Kesaktian Prabu Siliwangi!
Prabu Pucuk Jenderal Apuputra : 50. Sunan Parunggangsa; 51. Gairah Wanaferi/Gairah Chibinong/Raden Aria Kikis; 52. Gairah Ciburang/Raden Arya Saringsingan; Desa Ciburang, Desa Maniis, Kec Cingambul, Kabupaten Majalengka 53. Sunan Sagalahaerang/Raden Arya Wangsa Goparana.
Salah satu blog (www.limbangan garut.com – tidak yakin apakah ini naskah asli atau diambil dari blog lain) menulis tentang kerajaan Maya:
Menurut riwayat Panjalu Ciamis, Prabu Munding Surya Ageung adalah ayah dari Rd. Ranggamantri/Parunggangsa (raja Maya terakhir). Jalan. Ranggamantri menikah dengan Ratu Dewi Sunyalarang (Ratu Parung-1500 M), putra Sunan Parung/Batara Sakawayan (Raja Talaga-1450 M), dan akhirnya menjadi raja Talaga yang terakhir. Diislamkan oleh Syarif Hidayatullah pada tahun 1529 M. Jalan. Ranggamantri/Parunggangsa dijuluki “Jalan Pucuk Jenderal”. Ranggamantri (+1530 M) mempunyai tiga orang putra.
Sebelum kita lanjutkan, ada perbedaan “silsilah” kedua teks tersebut. Pada artikel pertama, Raden Parunggangsa tidak sama dengan Raden Ragamantri. Raden Ragamantri kemudian disebut Prabu Pucuk Umun (Umun – kata Sunda kuno yang tidak biasa yang menurut salah satu penutur berarti orang yang dipuja). ). Raden Parunggangsa, putra Raden Ragamantri. Pada artikel kedua, Raden Ranggamantri menyandang gelar atau julukan Sunan Parunggangsa dan kemudian diberi julukan Prabu Pucuk Umun ketika dinobatkan menjadi penguasa Talaga (di bawah kekuasaan Cirebon).
Kaos Jatidiri Sunda
Blog “sajarahcirebon.wordpress.com” (mirip dengan blog lain yaitu “Cirebon Dahulu”, “Sejarah Cirebon” – Entah diambil dari siapa) menulis tentang Maja. Kerajaannya (dengan sedikit editan oleh penulis) adalah sebagai berikut:
Dalam pertempuran ini kekuatan tentara Demak terkonfirmasi. Mereka memiliki meriam dan Gallus tidak berdaya melawan “panah bergemuruh yang menyemburkan logam panas dan asap hitam”. Tentara Gallu mendapat tekanan dan mundur ke Talaga, benteng terakhir kerajaan Gallu. Kerajaan Galuh yang didirikan oleh Wretikandayun pada tahun 612 hancur dalam Pertempuran Bukit Gundul-Palimanan pada tahun 1528.
Mengenai hal ini perlu diketahui bahwa naskah Carita Purwak Caruban Nagari (1720 M) dan naskah yang lebih muda menyatakan bahwa perang terjadi antara Cirebon dan Rajagaluh, yang menyesatkan karena tempat ini terletak di wilayah Majalengka. Namanya Rajagaluh, usianya sudah cukup tua. Dalam Pustaka Nusantara III/1, yang kalah jelas tercatat sebagai berikut:
Silsilah prabu siliwangi, kerajaan pajajaran siliwangi, pajajaran prabu siliwangi, silsilah keluarga prabu siliwangi, cerita pajajaran prabu siliwangi, kerajaan prabu siliwangi, silsilah kerajaan prabu siliwangi, silsilah kerajaan pajajaran, silsilah keturunan prabu siliwangi, silsilah raja pajajaran prabu siliwangi, kerajaan pajajaran prabu siliwangi, sejarah kerajaan pajajaran dan prabu siliwangi